Senin, 22 Februari 2010

Tampilkan Sikap Elegan


(terbit diharian wawasan : 9 Februari 1010)


Peran mahasiswa dalam mengantar dan mengawal gerakan reformasi tak bisa diragukan lagi. Sejarah mencatat, kekuatan besar dari berbagai elemen mahasiswa mampu menumbangkan penguasa orde baru yang telah berkuasa lebih dari tiga dasawarsa pada tahun 1998. Paska tumbangnya orde baru, genderang reformasi yang dimotori mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai bergema. Sejak saat itu, eksistensi mahasiswa sebagai director of change seolah bangun dari tidur panjangnya. Mahasiswa dengan tekad dan idealisme yang menghujam mampu menjadi lokomotif reformasi demi mewujudkan mimpi Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat.

Heroisme mehasiswa pada masa itu, menjadi semacam legitimasi betapa kekuatan pemuda-pemuda terdidik mampu membawa perubahan signifikan dinegri yang tengah terpuruk dalam beragam krisis multidimensi. Mahasiswa menjelma menjadi kekuatan baru untuk melawan berbagai ketimpangan dalam tatanan sosial dan politik.

Jika dikorelasikan dengan masa sekarang, sesungguhnya peran tersebut masih tetap eksis. walaupun tidak seheroik pada masa pra runtuhnya orba, andil mahsiswa era sekarang tetap besar dalam memperbaiki tatanan sosial dan politik. Terbukti, ditengah karut-marut suasana pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II, mahasiswa tetap berada di garda terdepan dalam mengkritisi kinerja pemerintah .Ditandai dengan maraknya aksi demontrasi, mahasiswa tak hanya gembar-gembor dijalan, tapi juga memberi gagasan-gagasan cemerlang untuk pemerintah. Sayangnya pemerintah agaknya enggan beranjak untuk menggodok aspirasi mereka. Suara-suara kritis mahasiswa tak ubahnya angin lalu. Nyaris tak tertanggapi.

Tak hanya terkesan acuh tak acuh, akhir-akhir ini pemerintah malah menyayangkan berbagai aksi mahasiswa tersebut. Alih-alih menanggapi aspirasi mereka, pemerintah justru menyesalkan tindak demonstrasi mahasiswa yang terkesan anarkis. Padahal terlepas dari segala pro kontra mengenai aksi mahasiswa , sesungguhnya gagasan dan aspirasi yang mereka sampaikan menyimpan muatan yang cerdas, kritis dan membangun. Andai setiap aspirasi mereka mendapat tanggapan dan digodok di pemerintahan, bukankah tidak mustahil hal ini mampu menjadi solusi ditengah beragam problematika pemerintah?

Perlu Perubahan

Menanggapi fakta bahwa pada dasarnya pemerintah seolah cuek dengan aspirasi mereka, lantas pesimiskah mahasiswa?, Langkah apa lagi yang seharusnya ditempuh agar tuntutan mereka terpenuhi atau paling tidak didengar oleh pihak yang berwenang? Memang bukan persoalan mudah untuk mencari jalan tengah yang bijak, mengingat sedemikian peliknya persoalan bangsa ini. Namun, jika masing-masing pihak baik dari pemerintah maupun mahasiswa bisa menampilkan sikap yang elegan dan professional bukan mustahil akan sama-sama menemukan solusi jitu demi perubahan yang lebih baik.

Langkah awal mungkin bisa dimulai adalah dengan memperbaiki manajemen demonstrasi. Dari yang penulis tangkap selama ini, aksi demo mahasiswa memang terkesan anarkis dan kurang tertib. Semua orang tidak ada yang menyukai ketidaktertiban. Demikian halnya pemerintah. Berawal dari sinilah penyebab aspirasi mahasiswa tidak mendapat tanggapan. Andai dalam melakukan demonstrasi mahasiswa dapat bersikap lebih tertib dan elegan, pasti akan menimbulkan kesan baik dimasyarakat maupun pemerintah sehingga aspirasi yang mereka usungpun akan didengar.

Kedua, adalah dengan memusyawarahkan permasalahan yang ada , sehingga dari sini muncul solusi dan saran bagi pemerintah. Kemudian, dengan hasil musyawarah itu mahasiswa dapat mengirimkan beberapa delegasi untuk bertemu secara eksklusif dengan perwakilan pemerintah dalam waktu yang telah disepakati bersama. Dalam pertemuan tersebut delegasi mahasiswa dan perwakilan pemerintah mencoba berunding bersama atas permasalahan dan solusinya. Tanpa disertai kesan amarah dan teriakan yang meluap-luap kedua belah pihak dapat berunding dan berpikir jernih untuk mencapai solusi yang cerdas dan efektif.

Langkah terakhir yang tak kalah pentingnya adalah perubahan dari kalangan pemerintah. Pemerintah sebagai pihak yang paling berwenang dalam menanggapi aspirasi mahasiswa perlu melakukan perubahan. Jangan hanya duduk mendengar aspirasi mahasiswa distasiun TV kemudian memberi komentar atas aksi mahasiswa diberbagai media, tetapi pemerintah juga perlu mendengar secara langsung aspirasi mereka. Hal ini bisa diawali dengan menyediakan waktu untuk bertemu langsung dengan delegasi mahasiswa dan berdialog dengan mereka sehingga mahasiswapun akan merasa dihargai dan tidak diabaikan. Jika kedua belah mampu melakukan perubahan dan perbaikan dari sistem yang digunakan selama ini , setidaknya masih ada harapan untuk memecahkan problematika bangsa.

"Perjelas Pola Integrasi"

(terbit diharian Suara merdeka: 9 Januari 2010)

Rencana tentang peintegarsian UN dan SNMPTN memang belum bisa terlaksana pada tahun 2010 mendatang. Akan tetapi kajian dan pro kontra mengenai usulan tersebut agaknya akan tetap menjadi topik hangat dalam dunia pendidikan kita. Banyak hal menarik yang perlu dikaji terkait usulan tersebut. Salah satunya adalah terkait pola integarsinya, apakah integrasi yang bersifat mutlak atau integarsi seperti yang disebutkan dalam UU sisdiknas, PP No. 19 tahun 2005.

Melihat fakta lapangan yang terjadi dalam pelaksanaan UN selama ini, usulan tersebut memang terkesan agak utopis. Pasalnya hampir setiap tahun pelaksanaan UN selalu diwarnai aneka tindak kecurangan baik dari pihak murid maupun sekolah. Jika hal ini tidak segera diatasi, akan menjadi batu sandungan bagi upaya pengintegrasian UN dan SNMPTN. Ditambah lagi terkait dengan tujuan UN dan SNMPTN yang jelas berbeda. UN bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa sedangkan SNMPTN bertujuan sebagai seleksi terhadap calon mahasiswa terkait program studi yang dipilihnya.

Namun, jika dilihat dari pola integrasi seperti yang disebutkan dalam UU sisdiknas, PP No. 19 tahun 2005 , saya mendukung ide tersebut. Dalam PP tersebut menyebutkan bahwa hasil UN dapat dijadikan pertimbangan memasuki PTN dan PT tidak perlu lagi mengadakan seleksi dengan memuat materi-materi yang telah diujikan dalam UN. Dalam hal ini PT cukup mengadakan seleksi untuk bakat, minat dan psikotes calon mahasiswa. Menurut hemat saya, pola integrasi semacam ini menjadi hal yang patut dijalankan karena dapat mengakomodasi kedua tujuan yang berbeda antara UN dan SNMPTN. Hal ini bukan berarti menghapus SNMPTN sepenuhnya, hanya saja materinya yang berubah. Ujian SNMPTN kedepan sebaiknya fokus pada bakat dan minat calon mahasiswa bukan mengulang materi UN. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor efesiensi. Materi SNMPTN selama ini cenderung mengulang materi yang telah diujikan dalam UN, sehingga hasil UN terkesan mubazhir karena toh hasil UN tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk memasuki PT. Dengan adanya pengintegrasian tersebut pelaksanaan UN menjadi lebih efisien.

Ringkas kata, perlu kejelasan pola integrasi terkait rencana tersebut. Jika polanya sesuai, diharapkan mampu menjadi terobosan jitu untuk membenahi sistem pendidikan kita yang masih karut-marut.

Bola Salju Century

( terbit diharian seputar indonesia ,27 Januari 2010)
Ditengah karut-marut suasana pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu II, kasus Bank Century agaknya akan terus menimbulkan ketegangan. Hampir setiap hari, kasus bailout yang menelan 6,7 triliun uang negara ini terus menjadi topik panas media massa . Masyarakat seakan terus dijejali oleh hiruk-pikuk yang tak jelas ujung pangkalnya. Beragam fakta yang bersumber dari berbagai subyek muncul ke publik dan menambah daftar ketidakpastian dalam menyelesaikan skandal keuangan terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia . Ibarat bola salju, kasus century terus menggelinding untuk mencari koordinat yang tepat. Namun ,sejalan dengan pencarian koordinat tersebut , kasus Bank Century semakin menggelinding, membesar, membahayakan dan menyeret berbagai pihak.

Masih segar dalam ingatan kita isu ketidakharmonisan hubungan menkeu Sri Mulyani dengan Abu Rizal Bakrie beberapa waktu lalu yang berujung pada kekawatiran akan lengsernya jabatan sang menkeu. Juga isu tentang pecahnya koalisi pro pemerintah yang sempat mengalihkan perhatian publik. Contoh-contoh sederhana tersebut merupakan suatu bukti nyata bahwa upaya penegakan hukum dalam kasus Bank Century agaknya masih jauh panggang dari api. Masyarakat tidak pernah tau sampai kapan masalah ini akan menunjukkan titik terang.

Status bank Century sebagai bank hasil merger yang bermasalah adalah rahasia umum. pertanyaan dasarnya adalah, apakah suntikan dana dari LPS untuk bank yang bermasalah ini sudah tepat? telah lama publik menunggu jawaban resmi atas pertanyaan ini. Namun sekali lagi fakta-fakta yang terkuak salama ini memang seakan-akan serba tidak pasti sehingga memunculkan bermacam pertanyaan-pertanyaan lain yang menambah panjang alur perdebatan . Ironisnya, perdebatan yang semula mengacu pada dampak ekonomi, terus melebar keranah yang cenderung politis hingga menyeret pos-pos penting sebagai kambing hitam.

Mereduksi Produktifitas

Tak dapat dipungkiri, sejatinya masyarakat sudah hampir muak dengan upaya penegakan hukum dalam kasus bank Century. Berbagai demonstrasi dan kecaman muncul agar pihak yang berwenang segera menuntaskan kasus ini. ada kesan seolah-olah pemerintah lebih mengedepankan kepentingan politik masing-masing daripada uapaya menegakkan hukum. Akibatnya, waktu dan energy yang telah lama terkuras seakan sia-sia belaka. Padahal kedepan, masalah yang harus dihadapi bangsa ini masih menggunung. Jika mau berbicara mengenai oportunity lost, tentu sudah tak terhitung lagi jumlahnya.

Sampai saat ini, kasus century masih menunggu penyelesaian baik diranah hukum maupun politik melalui pansus hak angket DPR . Kejelasan dan kepastian kasus tersebut masih menimbulkan pesimisme dan optimisme publik. Publik sudah terlalu jenuh dengan perdebatan yang berkepanjangan. Dilain pihak, upaya menegakkan hukum yang berkepanjangan ini, secara langusng berimbas pada produktifitas pemerintah. Tugas pemerintah dalam mengemban amanah rakyat seakan “jalan ditempat” tanpa ada perubahan yang berarti akibat begitu banyaknya waktu yang tersita untuk kasus Century. Terlepas dari segala macam kepentingan, rasanya tidak berlebihan jika pemerintah harus focus kembali pada tujuan awal pengungkapan kasus Century dengan memfokuskan pada permasalahan yang ada. Jika semua elemen yang berwenang dapat bekerja dengan berpikir sehat dan jujur, setidaknya harapan untuk menegakkan keadilan dinegri ini bukan sekedar utopia.