Rabu, 16 Desember 2009

Dinamisator Pendewasaan Sikap Berpolitik

terbit diharian wawasan edisi 15 Desember 2009

Perjuangan SBY untuk mempertahankan citra positifnya agaknya masih penuh batu sandungan yang tak segan membuatnya jatuh bangun. Setelah menang pilpres putaran kedua, banyak kalangan yang meragukan kredibilitas SBY sebagai pemimpin yang tegas. Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya pasca pelantinkan dirinya sebagai presiden, banyak kasus besar yang seakan lamban ditanganinya. Berawal dari kasus mafia peradilan hingga kriminalisasi KPK dan kasus terahir yang tak kalah hebohnya adalah kasus bank century.

Tak hanya dinilai lamban, SBY juga tak jarang memunculkan kontroversi publik dengan pidato-pidatonya yang penuh ambiguitas. Tak ayal citra positif SBY sebagai pemimpin karismatik, lambat laun tereduksi menjadi figur yang penuh keraguan. Menyingkapi hal ini, muncul kemudian berbagai wacana dan demonstrasi sebagai wujud krtitik terhadap sikap lambannya kepemimpinan SBY. Ironisnya, sejalan dengan derasnya arus kritik dan demonstrasi, SBY justru kembali memunculkan kontroversi dengan pidatonya dalam rangka menyambut hari korupsi beberapa waktu lalu. Dalam pidatonya ia mengungkapkan kecurigaan adanya “penunggang” dibalik demo anti korupsi. Namun, pada kenyataannya ungkapan itu tidaklah terbukti.

Tak ada yang salah dengan ekspresi kecurigaan tersebut. Menurut hemat penulis, hal itu tidak lain adalah sebagai bentuk kewaspadaan (antisipasi) mengingat masalah yang dihadapi negri ini sudah semakin pelik, sehingga tak menutup kemungkinan akan adanya sebagian kalangan yang memanfaatkan situasi pelik itu untuk mencapai tujuan pribadinya. Sejarah historis negri ini telah begitu banyak mencatat hal yang senada. Namun, sikap tersebut menjadi kurang arif manakala diumbar dalam bentuk pidato kenegaraan yang tak hanya disaksikan oleh anggota dewan namun juga masyarakat pada umumnya. Jika pada kenyataanya kecurigaan yang telah mencuat kepublik itu tidak terbukti, hal ini justru akan menjadi alat pemecah belah yang berpotensi memunculkan sikap saling curiga. Akibatnya, mimpi mewujudkan persatuan bangsa bisa menjadi sekedar utopia.

Dinamika kepemimpinan

Berbicara mengenai kepemimpinan, sudah menjadi hal yang mathum jika sikap seorang pemimpin tak selamanya sejalan dengan kemauan rakyat. Ada kalanya pemimpin harus bersikap waspada dan hati-hati dalam mengambil tindakan. Namun, hal ini bukan berarti menjadi alat legitimasi bagi seorang pemimpin untuk bertindak semaunya. Seorang pemimpin yang paripurna tercermin dalam ucapan dan tindakannya yang selalu menyatu dengan harapan rakyat. Ia akan terus berada di garda terdepan dalam mengupayakan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya tanpa takut ada yang “menjegal” ditengah jalan.

Seperti ungkapan Komaruddin Hidayat, jika seorang pemimpin jiwanya jujur, ikhlas, cinta rakyat dan mau belajar, rasanya tidak perlu khawatir akan jatuh dari jabatan atau dijatuhkan dari jabatannya. Tidak merasa berada dibawah hingga takut terinjak dan tidak pula merasa diketinggian sehingga takut jatuh. Ia akan menyatu dengan hati dan desah rakyatnya.

Sungguh menjadi hal sangat diharapkan, jika ungkapan tersebut diterapkan dalam jiwa kepemimpinan SBY saat ini. Korelasinya adalah bahwa berbagai kasus yang diikuti oleh berbagai demonstrasi dan kritik yang tertuju padanya, tidak lain merupakan dinamisator untuk mendewasakan dirinya. Tak perlu berjuang keras mengejar citra karena pada hakikatnya perjuangan yang siginfikan adalah bagaimana memenuhi harapan rakyat seperti yang dijanjikan pada masa kampanye dirinya dulu. Jika perjuangan itu terwujud , setidaknya rakyat akan tetap PD berkata “lanjutkan SBY” bukan malah sebaliknya “lepaskan SBY”.

Sekarang adalah saat yang tepat bagi SBY untuk merevitalisasi semangat dinamis kepemimpinannya yang pernah melahirkan kepercayaan besar dari rakyat. Saat ini bangsa indonesia tengah berada dalam kondisi sakit. Untuk mengobatinya perlu upaya yang progresif dan efisien. Kesembuhan dan masa depan bangsa ini banyak ditentukan oleh bagaimana pemimpinnya bersikap. Jika sikap pemimpinnya lemah ( lack of leadership ) dan ragu-ragu, akan menyebabkan indonesia terperangkap dalam kondisi pesakitan. Sebaliknya, jika pemimpinnya memiliki semangat dinamis dan integritas yang tinggi dalam mengembangkan sistem pemerintahan yang baik dan bersih ( good and clean), maka tidaklah mustahil untuk meraih mimpi Indonesia menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.

Ringkas kata, terlalu besar ongkos yang harus dibayar bila seorang pemimpin terperangkap dalam sikap ragu. Sebab, segala jerih payah untuk mewujudkan mimpi bangsa selama ini menjadi sia-sia belaka. Oleh karena itu, bangkit dari keterpurukan dengan menanggalkan sikap ragu menjadi sebuah kemestian yang menjadi harapan besar bagi kemajuan bangsa ini.