Rabu, 03 Desember 2008

Delapan Kesalahan Umum dalam Membuat Dialog

Delapan Kesalahan Umum dalam Membuat Dialog

DialogDialog dalam sebuah karangan fiksi berfungsi sebagai penggerak cerita selain berguna juga untuk memperkuat karakter tokoh dalam cerita. Selain itu, dialog juga dapat membuat cerita menjadi lebih dinamis. Dialog antar tokoh dalam cerita apabila dikemas bisa pula menjadi “cara halus” untuk menyampaikan pesan-pesan moral tanpa terkesan menggurui.

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang berhubungan dengan penulisan dialog:
1. Menulis dialog dengan kalimat-kalimat indah dan bersajak. Dialog semacam ini memang cocok bagi karakter tokoh yang memang suka berpantun, namun kurang tepat bila dikenakan pada tokoh yang hidup di lingkungan metropolitan yang berbicara serba ringkas dan cepat. Pelajaran pertama dalam membuat dialog adalah membuatnya tampak nyata seperti layaknya orang yang berbicara dalam konteks nyata. Untuk itu, penting kiranya bagi para penulis untuk aktif mendengarkan percakapan orang-orang serta dialek atau diksi apa yang sering diucapkan oleh orang-orang dengan suatu karakter tertentu. Perlu juga untuk melafalkan dialog Anda dengan suara keras untuk mengecek apakah dialog itu terdengar enak di telinga dan sudah seperti layaknya percakapan yang nyata.

2. Mengulang-ulang maksud dalam beberapa potong kalimat. Meskipun dialog sedapat mungkin dibuat agar nyata, namun dialog yang bertele-tele akan membosankan pembaca. Cukup membuat satu kalimat saja untuk menyampaikan sebuah maksud spesifik. Hal ini tentunya akan berlaku lain apabila Anda dengan sengaja ingin menciptakan kesan tokoh yang peragu atau obsesif kompulsif. Namun demikian, terlalu banyak efek justru akan berbalik menjadi bumerang bagi Anda. Dialog yang terlalu panjang juga akan menghambat pergerakan cerita. Jadi rumusnya, bijaksanalah dalam menuliskan dialog.

3. Tidak memperhatikan siapa yang berbicara apa. Sering kali kita mendapatkan beberapa dialog ditumpukkan tanpa menyebutkan siapa yang berbicara, seperti contohnya di bawah ini:
“Kamu kemarin pulang jam berapa?”
“Jam satu, kenapa?:
“Oh, tidak aku hanya penasaran siapa yang membuka pintu kulkas sekitar jam dua belasan…”
“Kamu yakin mendengar suara itu?”
“Ehm, iya. Tapi sekarang aku jadi agak ragu.”
“Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan hantu yang menjaga rumah ini?”

Ini sah-sah saja apabila kebetulan dialog itu hanya terjadi antara dua orang tokoh. Namun apabila tokoh yang ada lebih dari dua orang maka ceritanya jadi lain. Jika penulis tidak mencantumkan siapa yang berbicara, pembaca mungkin menjadi bingung untuk mengidentifikasi si pembicara. Namun terlalu banyak memberikan nama juga dapat menjemukan. Hal ini bias diakali dengan cara menyelinginya dengan tanda-tanda yang mengarah kepada totkoh tertentu. Seperti misalnya di bawah ini:
“Kamu pasti lupa membawa buku itu!” Tuduh Andi.
“Buku apa?” Tanya balik Rizal sambil memainkan rambutnya yang ikal.
“Buku harian Bu Nindi, Bodoh!” Andi tidak dapat menahan amarahnya.
“Oh itu…” Jawab si pemilik rambut ikal itu dengan enteng.
4. Menggunakan “dia” secara tidak cermat sehingga membuat pembaca bingung “dia” tersebut mengacu pada siapa. Hal ini sering terjadi pada dialog yang menceritakan beberapa orang. Ketika si tokoh mengatakan “dia” sebaiknya secara tepat mengacu pada sasaran yang dituju, seperti contoh di bawah ini:
“Kemarin aku bertemu dengan Dinda. Ia jalan sama cowok lain. Tahu nggak siapa orang itu? Dito! Dito yang itu…., Na!”
“Apanya yang heboh? Dia kan emang terkenal suka gonta-ganti pacar, kan?”

5. Melekatkan gaya berbicara yang sama kepada setiap tokoh. Tentunya setiap tokoh memiliki karakter unik. Keunikan itu juga salah satu di antaranya tercermin dari cara si tokoh tersebut berbicara. Penciptaan cara berbicara yang menjadi trademark, entah itu dari pemilihan diksi atau dialek, bagi seorang tokoh tertentu bisa membuat kehadirannya menjadi nyata.

6. Terlalu kaku dalam menggunakan narasi pengantar. Narasi pengantar yang umumnya digunakan adalah ”kata”, ”ujar”, ”tanya”, dan ”perintah”. Seperti contoh di bawah ini:
”Kita akan pergi besok,” ujar bapak.
”Pergi ke mana?” Tanyaku.
”Ke tempat kelahiran ibumu,” kata bapak.

Cobalah untuk mengeksplorasi istilah-istilah yang lain seperti misalnya: ”kilah”, ”lanjut”, ”potong”, ”tebak”, ”gumam”, ”bisik”, dll.

7. Menulis dialog terlalu panjang. Terkadang sebagai seorang penulis, kita tidak sabar untuk menyampaikan begitu banyaknya informasi kepada pembaca sehingga tanpa sadar dialog si tokoh jadi mengembang. Sebenarnya dialog yang panjang berpotensi besar untuk membunuh ketertarikan orang dalam membacanya tuntas. Panjangnya dialog juga bisa membuat suasana eksternal (setting, waktu, dll) yang coba untuk dibangun oleh si penulis menjadi kabur. Jika seandainya dialog memang dibutuhkan panjang, maka seyogyanya untuk memenggalnya menjadi beberapa bagian.
“Aku percaya ada beberapa orang yang ditakdirkan berbakat secara supernatural. Misalnya aku yang juga dianugerahi bakat cenayang. Namun aku pun masih tetap harus belajar untuk menajamkan kemampuanku. ….”
Cassandra mengambil beberapa bendel dokumen dari dalam tas kerjanya.
“Menurut dokumen ini, ada beberapa macam cenayang –yang kutahu– dilihat dari cara mereka menangkap pesan dan mendeteksi keberadaan fenomena supernatural….,” sambung Cassandra. (Dipetik dari Novel ORB: Galang Lufityanto)

Pipiet Senja: Menulis dari Pengalaman Pahit

Pipiet Senja: Menulis dari Pengalaman Pahit

Acara di padang

Padang, (ANTARA) - Pipiet Senja, penulis bestseller asal Sumedang mengaku dirinya menulis setelah mengalami banyak pengalaman pahit dalam hidupnya.

“Menulis dari pengalaman, tulisan terus mengalir, saya tidak perlu mencari bahan lagi karena dialami sendiri,” ujarnya, saat workshop yang diadakan Wanita Penulis Indonesia (WPI), di Padang, Rabu.

Dia pun menceritakan pengalamannya kepada peserta workshop, mulai tulisan-tulisannya yang sering ditolak, dan pertama kali dia mengaku mengirimkan tulisan ke radio.

Tidak hanya pengalamannya menulis, ujarnya, penderitaan fisik juga telah dia alami bertahun-tahun, seperti komplikasi berbagai penyakit.

Hingga kini, dia mengaku ditransfusi darah secara berkala seumur hidupnya karena penyakit kelainan darah bawaan.

“Alhamdulillah, saya diberikan kesempatan untuk hidup,” kisahnya.

Dia pun berpesan kepada para peserta yang berminat menulis, agar jangan patah arang meskipun cobaan besar yang dialami.

Penulis perempuan yang telah menghasilkan puluhan buku tersebut, lebih sering menulis memoar, yakni cerita tentang pengalaman hidupnya.

Menulis memoar itu gampang, sebab langsung dari pengalaman pribadi dan orisinalitasnya terjaga, demikian ujar Pipiet.

Source: ANTARA – Sumbar

Selasa, 02 Desember 2008

KAMMI Komisariat Walisongo

Cara Cepat belajar aplikasi WEbsite dengan pembuatan Blog:

Cara Cepat belajar aplikasi WEbsite dengan pembuatan Blog:
1. pahami tutorial tentang Webblog, bisa baca buku atau otodidak dengan otak-atik sendiri bagi yang "pede" atau bagi orang yang gak mudah stress...he..hee.
2. kalo udah paham cara pembuatannya cari beberapa file/dokument yang akan kita posting atau kita tampilkan di blog kita.
3. tentunya pertama, kita login/sign in dulu alamat dan pasword situs kita " kalo udah punya" di alamat blooger.com yang paling mudah dan praktis,kedua: kita cari perintah yang ada di layar blog kita yaitu perintah entri baru-edit entri-pengaturan-tata letak,dll di dasbot kita...apa jal? ya pokoknya nanti ketemu lah.
nah setelah itu kita bisa pilih salah satunya.
* Entri baru gunanya kita menampilkan file apa aja di jendela blog kita up to you: file, gambar, video,etc.
* edit entri untuk memperbahatui atau mengedit kesalahan pada tampilan yang dirasa salah.
*tata letak: untuk merubah font warna dan menamabah aplikasi atau susunan semisal profil kita, buat HTML/alamat situs penting lain, atau uruatan rubrik yang akan kita pilih.

selanjutnya mudah....jika anda tetap belajar tentang dunia blog. kita tinggal santai dan menikmati aneka ragam aplikasi yang kita inginkan.

semoga bermanfaat

KAMMI'ers

OKE. FUNNY ABIZZZZ>>>>> Mujahid Cilik....















gambar: Mujahid KAMMI yang sedang action...Allahuakbar!!!!

Picture on action simulation